ETNOGRAFI SUKU
JAWA
Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata
Pelajaran Antropologi
Guru Pengampu : Yusniati, S.H, S.Pd
Di Susun Oleh :
1. Syifa Luthfiya (029)
2. Tri Himmatul Ulya (030)
3. Viki Maghfiroh (031)
4. Vina Setia Wardani (032)
5. Wiwit Widiastuti (033)
Kelas : XII Bahasa
MA NU BANAT KUDUS
Jalan.
KHM. Arwani Amin Kajan Krandon Kudus
TELP.
(O291) 443143, 3316150
Tahun
pelajaran 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa
kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas kelimpahan rahmat, hidayah, serta
inayah-Nya , sehingga kami dapat menulis Makalah yang berjudul “Etnografi Suku
Jawa “
Untuk menyelesaikan makalah ini adalah satu hal yang mustahil.
Apabila penyusun tidak mendapat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak.
Dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1.
Drs.
H. Moh Said, M.Pd.I, selaku Kepala Madrasah yang telah membimbing dan
mengarahkan serta menyediakan fasilitas bagi kami.
2.
Yusniati,
SH, S.Pd selaku Guru Pembimbing mata pelajaran Antropologi.
3.
Semua
pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga
terselesaikannya makalah ini.
Segala usaha yang telah kami lakukan demi tersusunnya makalah ini,
namun masih banyak kekuranganya dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk perbaikan
selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk para pelajar dan pembaca.
Kudus, Maret 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
..............................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI
........................................................................................................................................
iii
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.....................................................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................................................
1
C.
Tujuan
Penulisan..................................................................................................................
2
BAB II. METODOLOGI
A.
Pengumpulan
Data...............................................................................................................
3
BAB III. PEMBAHASAN
A.
Lokasi,
Lingkungan Alam, dan Demografi..........................................................................
4
B.
Asal
Mula dan
Sejarah.........................................................................................................
6
C.
Bahasa.................................................................................................................................. 7
D.
Sistem
Teknologi.................................................................................................................. 9
E.
Sistem
Ekonomi.................................................................................................................
10
F.
Sistem
Sosial......................................................................................................................
11
G.
Sistem
Pengetahuan............................................................................................................
14
H.
Kesenian.............................................................................................................................
16
I.
Religi.................................................................................................................................. 16
BAB IV. PENUTUP
A.
Kesimpulan.........................................................................................................................
18
B.
Saran..................................................................................................................................
18
DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................................................
19
BAB I
PEMBAHASAN
A. Lokasi, Lingkungan Alam, Dan Demografi
1. Lokasi suku Jawa
Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7%
penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain diketiga propinsi tersebut,
suku Jawa banyak tersebar dan menetap di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak
ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti suku Osing, orang Samin, suku Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, suku Tengger dan lain-lain. Suku
Jawa hampir ada disegala penjuru Indonesia, mulai dari daerah provinsi Sumatra
Utara hingga ke wilayah paling timur Indonesia, yaitu provinsi Papua.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, sekolompok orang Jawa pernah
dibawa ke Suriname di Amerika Selatan, sebagai buruh pekerja paksa, yang
akhirnya tetap menetap di negara tersebut hingga saat ini, dan membentuk suatu
komunitas tersendiri di Suriname sebagai etnis Jawa, yang tetap mempertahankan
adat-istiadat serta budaya Jawa, disana dikenal sebagai Jawa Suriname.
2.
Demografi
Secara administratif suku Jawa terdiri atas enam provinsi
- Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
- Provinsi Banten,
dengan ibukota provinsi Kota Serang
- Provinsi Jawa Barat,
dengan ibukota provinsi Kota Bandung
- Provinsi Jawa Tengah,
dengan ibukota provinsi Kota Semarang
- Provinsi Jawa Timur,
dengan ibukota provinsi Kota Surabaya
- Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, dengan
ibukota provinsi Kota Yogyakarta
Dengan populasi sebesar 136 juta jiwa[23] Jawa adalah pulau yang menjadi tempat tinggal lebih dari 57%
populasi Indonesia.[23] Dengan kepadatan 1.029 jiwa/km²,[23] pulau ini juga menjadi salah satu pulau di dunia yang paling
dipadati penduduk. Sekitar 45% penduduk Indonesia berasal dari etnis Jawa.
Walaupun demikian sepertiga bagian barat pulau ini (Jawa Barat, Banten, dan
Jakarta) memiliki kepadatan penduduk lebih dari 1.400 jiwa/km2.
Sejak tahun 1970-an hingga kejatuhan Suharto pada tahun 1998,
pemerintah Indonesia melakukan program transmigrasi untuk memindahkan sebagian penduduk Jawa ke pulau-pulau lain di
Indonesia yang lebih luas. Program ini terkadang berhasil, namun terkadang
menghasilkan konflik antara transmigran pendatang dari Jawa dengan populasi
penduduk setempat. Di Jawa Timur banyak pula terdapat penduduk dari etnis
Madura dan Bali, karena kedekatan lokasi dan hubungan bersejarah antara Jawa
dan pulau-pulau tersebut. Jakarta dan wilayah
sekelilingnya sebagai daerah
metropolitan yang dominan serta ibukota negara, telah menjadi tempat berkumpulnya
berbagai suku bangsa di Indonesia.
Penduduk Pulau Jawa perlahan-lahan semakin berciri urban, dan
kota-kota besar serta kawasan industri menjadi pusat-pusat kepadatan tertinggi.
Berikut adalah 10 kota besar di Jawa berdasarkan jumlah populasi tahun 2005.
Urutan
|
Kota, Provinsi
|
Populasi
|
1
|
8.839.247
|
|
2
|
2.611.506
|
|
3
|
2.280.570
|
|
4
|
1.993.478
|
|
5
|
1.451.595
|
|
6
|
1.438.733
|
|
7
|
1.374.903
|
|
8
|
891.467
|
|
9
|
790.356
|
|
10
|
506.397
|
B. Asal mula dan Sejarah
Secara Etimologi asal mula nama “Jawa” tidak jelas. Salah satu kemungkinan
adalah nama pulau ini berasal dari tanaman jáwa-wut, yang banyak ditemukan dipulau ini pada masa purbakala, sebelum masuknya
pengaruh India pulau ini mungkin memiliki banyak nama. Ada pula dugaan bahwa
pulau ini berasal dari kata jaú yang berarti "jauh". Dalam
Bahasa Sanskerta yava berarti tanaman jelai, sebuah tanaman yang membuat pulau ini terkenal. Yawadvipa
disebut dalam epik India Ramayana. Sugriwa, panglima wanara (manusia kera) dari pasukan Sri Rama, mengirimkan utusannya ke Yawadvipa (pulau Jawa) untuk mencari Dewi Shinta. Kemudian berdasarkan kesusastraan India terutama pustaka
Tamil, disebut dengan nama Sanskerta yāvaka dvīpa (dvīpa =
pulau). Dugaan lain ialah bahwa kata "Jawa" berasal dari akar kata
dalam bahasa Proto-Austronesia, yang berarti 'rumah'.
Menurut hikayat, asal muasal suku Jawa diawali dari datangnya seorang
satria pinandita yang bernama Aji Saka. Ia adalah orang yang menulis sebuah
sajak, dimana sajak itu yang kini disebut sebagai abjad huruf Jawa hingga saat
ini. Maka dari itu, asal mula sajak inilah yang digunakan sebagai penanggalan
kalender Saka. Definisi suku Jawa adalah penduduk asli pulau Jawa bagian tengah
dan timur, kecuali pulau Madura. Selain itu, mereka yang menggunakan bahasa
Jawa dalam kesehariannya untuk berkomunikasi juga termasuk dalam suku Jawa,
meskipun tidak secara langsung berasal dari pulau Jawa. Demikian adalah
definisi Magnis-Suseno mengenai suku bangsa Jawa. Asal usul suku Jawa juga
berkaitan dengan bahasa yang digunakan, yakni bahasa Jawa.
C. Bahasa
Secara resmi, ada dua jenis bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat suku
Jawa. Dua jenis bahasa ini tersedia sebagai berikut:
1. Bahasa Lisan Suku Jawa
Suku Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa
kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang
dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh
sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat
sadar akan status sosialnya di masyarakat.
Mayoritas orang Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari.
Sebagian lainnya menggunakan bahasa Jawa yang bercampur bahasa Indonesia.
Bahasa Jawa bisa dikatakan bahasa yang rumit karena selain memiliki tingkatan
berdasarkan siapa yang diajak bicara, bahasa Jawa juga memiliki perbedaan dalam
hal intonasi. Aspek bahasa ini mempengaruhi hubungan sosial dalam budaya Jawa.
Bahasa Jawa sendiri memiliki berbagai macam variasi dialek atau pengucapan.
Pada dasarnya, dialek tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Bahasa Jawa dialek Cirebon, dialek Tegal, dialek Banyumas dan dialek
Bumiayu (dialek barat).
b. Bahasa Jawa dialek Pekalongan, dialek Semarang, dialek Yogyakarta dan
dialek Madiun (dialek madya/tengah).
c. Bahasa Jawa dialek Surabaya, dialek Malang, dialek Jombang, dialek
Banyuwangi (dialek timur).
Bahasa pergaulan hidup
sehari-hari adalah bahasa Jawa. Dalam berbiara mengguakan bahasa Jawa ini orang
harus memperhatikan dan membeda-bedakan tingkatan orang yang diajak berbicara,
berdasarkan umur dan status sosialnya. Dalam susunannya, bahasa Jawa ini ada
dua macam.
1. Bahasa Jawa Ngoko terdiri atas berikut ini.
a. Bahasa Jawa Ngoko Lugu atau Ngoko Biasa.
b. Bahasa Jawa Ngoko Andap, bahasa ini untuk berbicara dengan orang-orang
sudah dikenal secara akrab, orang yang usianya lebih muda atau orang-oang yang
status sosialnya lebih tinggi.
2. Bahasa Jawa Krama terdiri atas berikut ini.
a. Madya Ngoko, yaitu biasanya dipakai dalam percakapan kesederhanaan di
pedesaan, misalnya, Ndika napa sida lungo teng pasar. Mang gawa ngriki berase
teng pasar.
b. Krama Madya, bahasa ini dipakai untuk percakapan orang-orang di pedesaan,
misalnya, Napa sampeyan boten saged tumut, kula saget dateng mangke dalu.
c. Madyantara, yaitu bahasa yang dipakai untuk percakapan dikalangan priyayi,
misalnya, Ingkang panjenengan kersaaken ingkang pundi.
d. Kramantara, yaitu bahasa yang dipakai dalam pembicaraan antara orang tua
atau lebih tinggi status sosialnya dengan orang yang lebih muda. Bahasa ini
sekarang sudah tidak dipergunakan lagi, misalnya, Lho sampeyan, suwawi melebet
kemawon, kala kunapa anggen sampeyan melebet.
e. Wredhakrama, yaitu bahasa untuk percakapan antara orang tua kepada orang
muda atau sesamanya, misalnya, angsal pangestu panjenengan, wonten asilipun,
kados pundi dhi, kaparipun punapa sampun dhangan?
f. Mudhakrama, yaitu bahasa yang digunakan untuk percakapan antara orang muda
terhdap orang tua atau digunakan untuk percakapan dengan siapa saja. Bahasa ini
sangat sopan. Misalnya, Lho dhimas bade tindak pundi? Badhe dhateng Solo dipun
timbali Bapak.
g. Krama Inggil, yaitu bahasa yang digunakan dalam percakapan di keraton
antara priyagung kraton dalam bercakap-cakap, misalnya, Buku punika kedah dipun
asta ing asta tengen, mangga ta punika agem dalam sepatu!
h. Krama Desa, yaitu bahasa yang bukan bahasa yang halus, melainkan bahasa
yang dipakai orang-orang di pedesaan. Bahasa Sini terdiri atas bahasa yang
sudah diganti krama dikramakan lagi. Contoh, Kula mumpak kepel datang
Tulungagung. Bu Hasan, waosipun sakit.
2. Bahasa Tulis Suku Jawa
Aksara Jawa merupakan salah satu peninggalan budaya
yang tak ternilai harganya. Bentuk aksara dan seni pembuatannya menjadi suatu
peninggalan yang patut untuk dilestarikan. Aksara jawa disebut juga dengan nama
aksara Legenda. Aksara Legena merupakan aksara Jawa pokok yang jumlahnya 20
buah.
Setiap suku kata aksara Jawa mempunyai pasangan, yakni
kata yang berfungsi untuk mengikuti suku kata mati atau tertutup, dengan suku
kata berikutnya, kecuali suku kata yang tertutup oleh wignyan, cecak dan layar.
Tulisan Jawa bersifat Silabik atau merupakan suku kata. Sebagai tambahan,
didalam aksara Jawa juga dikenal huruf kapital yang dinamakan Aksara Murda.
Penggunaannya untuk menulis nama gelar, nama diri, nama geografi, dan nama
lembaga. Hanacaraka atau dikenal dengan nama carakan atau cacarakan adalah
aksara turunan aksara Brahmi yang digunakan untuk naskah-naskah berbahasa Jawa,
bahasa Madura, bahasa Sunda, bahasa Bali, dan bahasa Sasak.
Hanacaraka dikenal
sebagai (tulisan Jawa atau abjad Jawa) ialah suatu sistem
tulisan abjad suku
kata yang digunakan oleh orang Jawa untuk menulis dalam bahasa Jawa. Ia juga digunakan di Bali, Sunda, dan Madura. Bahkan ditemukan pula surat-surat dalam bahasa Melayu yang menggunakan
tulisan Hanacaraka. Tulisan ini berasal daripada tulisan kawi yang mempunyai asal-usul dari tulisan
Brahmi di India. Hanacaraka dinamakan sedemikian kerana lima huruf pertamanya
membentuk sebutan "ha-na-ca-ra-ka". Hanacaraka juga boleh
merujuk kepada kelompok sistem tulisan yang berkait rapat dengan tulisan Jawa
dan menggunakan susunan abjad yang sama, iaitu tulisan Jawa sendiri, tulisan Bali dan tulisan Sunda.
Aksara Jawa Hanacaraka memiliki 20 huruf dasar, 20
huruf pasangan yang berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf "utama"
(aksara murda, ada yang tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara
swara (huruf vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa
sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda baca,
dan beberapa tanda pengatur tata penulisan (pada).
3. Penyebaran Bahasa Jawa
Penduduk Jawa yang merantau, membuat bahasa Jawa bisa
ditemukan diberbagai daerah bahkan diluar negeri. Banyaknya orang Jawa yang
merantau ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa ke Malaysia, sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal dengan nama
kampung Jawa, padang Jawa. Disamping itu, masyarakat pengguna Bahasa Jawa juga
tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa atau dalam
persentase yang cukup signifikan adalah: Lampung (61,9%), Sumatera Utara (32,6%), Jambi (27,6%), Sumatera Selatan (27%), Aceh(15,87%) yang dikenal sebagai Aneuk Jawoe. Khusus masyarakat Jawa di Sumatera
Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang
dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma
(Putra Jawa Kelahiran Sumatera), dengan dialek dan beberapa kosa kata Jawa
Deli. Sedangkan masyarakat Jawa didaerah lain disebarkan melalui program transmigrasi yang diselenggarakan semenjak zaman penjajahan Belanda.
D. Sistem Teknologi
1. Peralatan Hidup
Masyarakat Suku Jawa
Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa tentu memiliki peralatan dan
perlengkapan hidup yang khas diantaranya yang paling menonjol adalah dalam segi
bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Jawa memiliki ciri
sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah tinggal. Ada beberapa jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat suku
Jawa, diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah
limasan, adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa, karena rumah ini
merupakan rumah yang dihuni oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo,
umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para
kerabat keraton.
Umumnya rumah di daerah Jawa menggunakan bahan batang bambu, glugu (batang
pohon nyiur), dan kayu jati sebagai kerangka atau pondasi rumah. Sedangkan
untuk dindingnya, umum digunakan gedek atau anyaman dari bilik bambu, walaupun
sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, banyak juga yang telah menggunakan
dinding dari tembok. Atap pada umumnya terbuat dari anyaman kelapa kering
(blarak) dan banyak juga yang menggunakan genting. Dalam sektor pertanian,
alat-alat pertanian diantantaranya: bajak (luku), grosok, bakul besar tenggok,
garu.
2. Perubahan/ Pemikiran
Individu
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan
memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering
kita sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia
merupakan suatu bukti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya.
suku Jawa adalah penduduk asli pulau Jawa bagian tengah dan timur, kecuali
pulau Madura. Selain itu, mereka yang menggunakan bahasa Jawa dalam
kesehariannya untuk berkomunikasi juga termasuk dalam suku Jawa, meskipun tidak
secara langsung berasal dari pulau Jawa. Secara keseluruhan penduduk suku Jawa
tersebar diberbagai penjuru nusantara, bahkan sampai keluar negeri.
Secara umum suku Jawa memiliki mata pencaharian yang dominan dibidang
pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Memiliki sistem kekerabatan
yang jelas dan erat, bersosial baik, dan bermasyarakat dengan rukun meski
memiliki tingkatan stratifikasi sosial.
E. Sistem Ekonomi
Pada umumnya masyarakat bekerja pada segala bidang, terutama administrasi
negara dan kemiliteran yang memang didominasi oleh orang Jawa. Selain itu,
mereka bekerja pada sektor pelayanan umum, pertukangan, perdagangan dan
pertanian dan perkebunan. Sektor pertanian dan perkebunan, mungkin salah satu
yang paling menonjol dibandingkan mata pencaharian lain, karena seperti yang
kita tahu, baik Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak lahan-lahan pertanian yang
beberapa cukup dikenal, karena memegang peranan besar dalam memasok kebutuhan
nasional, seperti padi, tebu, dan kapas.
1. Pertanian
Yang dimaksud pertanian disini terdiri atas pesawahan dan perladangan
(tegalan), tanaman utama adalah padi. Tanaman lainnya jagung, ubi jalar, kacang
tanah, kacang hijau dan sayur mayor, yang umumnya ditanam di tegalan. Sawah
juga ditanami tanaman perdagangan, seperti tembakau, tebu dan rosella.
2. Perikanan
Adapun usaha yang dilakukan cukup banyak baik perikanan darat dan perikanan
laut. Perikanan laut diusahakan di pantai utara laut jawa. Peralatannya berupa
kail, perahu, jala dan jaring.
3. Peternakan
Binatang ternak berupa kerbau, sapi, kambing, ayam dan itik dan lain-lain.
4. Kerajinan
Kerajinan sangat maju terutama menghasilkan batik, ukir-ukiran, peralatan
rumah tangga, dan peralatan pertanian.
Dalam suku Jawa atau masyaraakat Jawa biasanya bermata pencaharian bertani,
baik bertani disawah maupun tegalan, juga Beternak pada umumnya bersipat
sambilan, selain itu juga masyarakat Jawa bermata pencaharian Nelayan yang
biasanya dilakukan masyarakat pantai.
F. Organisasi Sosial
1. Sistem Kekerabatan
Dalam sistem kekerabatan Jawa keturunan dari Ibu dan
Ayah dianggap sama haknya, dan warisan anak perempuan sama dengan warisan
laki-laki, tetapi berbeda dengan banyak suku bangsa yang lain, yang ada
Indonesia. Misalnya, dengan suku-suku Batak di Sumatra Utara, masyarakat jawa
tidak mengenal sistem marga. Susunan kekerabatan suku jawa berdasarkan pada
keturunan kepada kedua belah pihak yang di sebut Bilateral atau Parental yang
menunjukan sistem penggolongan menurut angkatan-angkatan. Walaupun hubungan
kekerabatan diluar keluarga inti tidak begitu ketat aturannya, namun bagi orang
jawa hubungan dengan keluarga jauh tetap penting.
Masyarakat Jawa dalam hal perkawinanya melalui
beberapa tahapan. Biasanya seluruh rangkaian acara perkawinan berlangsug selama
kurang lebih dua bulan, mencangkup:
·
Nontoni; Melihat calon
istri dan keluarganya, dengan mengirim utusan (wakil).
·
Nglamar (meminang);
Tahapan setelah nontoni apabila si gadis bersedia dipersunting.
·
Paningset; Pemberian
harta benda, berupa pakaian lengkap disertai cin-cin kawin.
·
Pasok Tukon; Upacara
penyerahan harta benda kepada keluarga si gadis berupa uang,pakaian dan
sebagainya, diberikan tiga hari sebelum pernikahan.
·
Pingitan; Calon istri
tidak diper4bolehkan keluar rumah selama 7 hari atau 40 hari sebelum
perkawinan.
·
Tarub; Mempersiapkan
perlengkapan perkawianan termasuk menghias rumah dengan janur.
·
Siraman; Upacara mandi
bagi calon pengantin wanita yang dilanjutkan dengan selamatan.
·
Ijab Kabul (Akad
Nikah); Upacara pernikahan dihadapan penghulu, disertai orang tua atau Wali dan
saksi-saksi.
·
Temon (Panggih manten);
Saat pertemuan pengantin pria dengan wanita.
·
Ngunduh Mantu (ngunduh
temanten); Memboyong pengantin wanita kerumah pengantin pria yang disertai
pesta ditempat pengantin pria.
Jika di dalam perkawinan ada masalah antara suami
istri maka dapat dilakukan "Pegatan" (Perceraian). Jika istri
menjatuhkan cerai di sebut "talak" sedangkan istri meminta cerai
kepada suami di sebut "talik". Jika keinginan isteri tidak di
kabulkan oleh suami istri mengajukan ke pengadilan maka disebut
"rapak". Jika ingin kembali lagi jenjang waktunya mereka rukun
kembali adalah 100 hari di namakan "Rujuk" jika lebih dari 100 hari
dinamakan "balen" (kembali). Setelah cerai seorang janda boleh
menikah dengan yang lain setelah "masa Iddah"
2. Sistem Kemasyarakatan
Dalam sistem kemasyarakatan, akan dibahas mengenai
pelapisan sosial. Dalam sistem kemasyarakatan Jawa, dikenal 4 tingkatan yaitu
Priyayi, Ningrat atau Bendara, Santri dan Wong Cilik.
Priyayi ini sendiri konon berasal dari dua kata bahas
Jawa, yaitu “para” dan “yayi” atau yang berarti para adik. Dalam istilah
kebudayaan Jawa, istilah priyayi ini mengacu kepada suatu kelas sosial
tertinggi di kalangan masyarakat biasa setelah Bendara atau ningrat karena
memiliki status sosial yang cukup tinggi di masyarakat. Biasanya kaum priyayi
ini terdiri dari para pegawai negeri sipil dan para kaum terpelajar yang
memiliki tingkatan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang
disekitarnya
Ningrat atau Bendara adalah kelas tertinggi dalam
masyarakat Jawa. pada tingkatan ini biasanya diisi oleh para anggota keraton,
atau kerabat-kerabatnya, baik yang memiliki hubungan darah langsung, maupun
yang berkerabat akibat pernikahan. Bendara pu memiliki banyak tingkatan juga di
dalamnya, mulai dari yang tertinggi, sampai yang terendah. Hal ini dapat dengan
mudah dilihat dari gelar yang ada di depan nama seorang bangsawan tersebut.
Yang ketiga adalah golongan santri. Golongan ini tidak
merujuk kepada seluruh masyarakat suku Jawa yang beragama muslim, tetapi, lebih
mengacu kepada para muslim yang dekat dengan agama, yaitu para santri yang
belajar di pondok-pondok yang memang banyak tersebar di seluruh daerah Jawa.
Terakhir, adalah wong cilik atau golongan masyarakat
biasa yang memiliki kasta terendah dalam pelapisan sosial. Biasanya golongan
masyarakat ini hidup di desa-desa dan bekerja sebagai petani atau buruh.
Golongan wong cilik pun dibagi lagi menjadi beberapa golongan kecil lain yaitu:
a. Wong Baku: golongan ini adalah golongan tertinggi dalam golongan wong
cilik, biasanya mereka adalah orang-orang yang pertama mendiami suatu desa, dan
memiliki sawah, rumah, dan juga pekarangan.
b. Kuli Gandok atau Lindung: masuk di dalam golongan ini adalah para lelaki
yang telah menikah, namun tidak memiliki tempat tinggal sendiri, sehingga ikut
menetap di tempat tinggal mertua.
c. Joko, Sinoman, atau Bujangan: di dalam golongan ini adalah semua laki-laki
yang belum menikah dan masih tinggal bersama orang tua, atau tinggal bersama
orang lain. Namun, mereka masih dapat memiliki tanah pertanian dengan cara
pembelian atau tanah warisan.
Desa-desa di Jawa umumnya dibagi-bagi menjadi
bagian-bagian kecil yang disebut dengan dukuh, dan setiap dukuh dipimpin oleh
kepala dukuh. Di dalam melakukan tugasnya sehari-hari, para pemimpin desa ini
dibantu oleh para pembantu-pembantunya yang disebut dengan nama Pamong Desa.
Masing-masing pamong desa memiliki tugas dan perananya masing-masing. Ada yang
bertugas menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban desa, sampai dengan
mengurus masalah perairan bagi lahan pertanian warga.
G. Sistem Pengetahuan
Salah satu bentuk sistem pengetahuan yang ada, berkembang, dan masih ada
hingga saat ini, adalah bentuk penanggalan atau kalender. Bentuk kalender Jawa
adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan unik yang berhasil diciptakan
oleh para masyarakat Jawa kuno, karena penciptaanya yang terpengaruh unsur
budaya islam, Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan bahkan sedikit budaya barat. Namun
tetap dipertahankan penggunaanya hingga saat ini, walaupun penggunaanya yang
cukup rumit, tetapi kalender Jawa lebih lengkap dalam menggambarkan
penanggalan, karena didalamnya berpadu dua sistem penanggalan, baik penanggalan
berdasarkan sistem matahari (sonar/syamsiah) dan juga penanggalan berdasarkan
perputaran bulan (lunar/komariah).
Pada sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari yaitu siklus 7 hari
seperti yang kita kenal saat ini, dan sistem panacawara yang mengenal 5 hari
pasaran. Sejarah penggunaan kalender Jawa baru ini, dimulai pada tahun 1625,
dimana pada saat itu, sultan agung, raja kerajaan mataram, yang sedang berusaha
menytebarkan agama islam di pulau Jawa, mengeluarkan dekrit agar wilayah
kekuasaanya menggunakan sistem kalender hijriah, namun angka tahun hijriah
tidak digunakan demi asas kesinambungan. Sehingga pada saat itu adalah tahun
1025 hijriah, namun tetap menggunakan tahun saka, yaitu tahun 1547.
Dalam sistem kalender Jawa juga terdapat dua versi nama-nama bulan, yaitu
nama bulan dalam kalender Jawa matahari, dan kalender Jawa bulan. Nama- nama
bulan dalam sistem kalender Jawa komariah (bulan) diantaranya adalah suro,
sapar, mulud, bakdamulud, jumadilawal, jumadil akhir, rejeb, ruwah, poso,
sawal, sela, dan dulkijah. Namun, pada tahun 1855 M, karena sistem penanggalan
komariah dianggap tidak cocok dijadikan patokan petani dalam menentukan masa
bercocok tanam, maka Sri Paduka Mangkunegaran IV mengesahkan sistem kalender
berdasarkan sistem matahari. Dalam kalender matahari pun terdapat dua belas
bulan.
H. Kesenian
Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang
terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasanwayang. Repertoar
cerita wayang atau lakon sebagian besar
berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain
pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat ada pula.
Seni batik dan keris merupakan dua bentuk ekspresi
masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Balimemegang
peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa. Sistem kesenian
masyarakat jawa memiliki dua tipe yaitu, tipe jawa tengah dan jawa timur:
1. Kesenian tipe jawa tengah
Wujud kesenian tipe jawa tengah bermacam-macam misalnya sebagai berikut:
a. Seni Tari Contoh: Seni tari tipe jawa tengah adalah tari serimpi dan tari
bambang cakil, tari jaipong.
b. Seni Tembang berupa lagu-lagu daerah jawa, misalnya lagu-lagu dolanan suwe
ora jamu, gek kepiye dan pitik tukung.
c. Seni pewayangan merupakan wujud seni teater di jawa tengah.
d. Seni teater tradisional wujud seni teater tradisional di jawa tengah antara
lain adalah ketoprak.
2. Kesenian tipe jawa timur
Wujud kesenian dari pesisir dan ujung timur serta madura juga
bermacam-macam, misalnya sebagai berikut:
a. Seni tari dan teater antara lain tari ngremo, tari tayuban, dan tari kuda
lumping.
b. Seni pewayangan antara lain wayang beber.
c. Seni suara antara lain berupa lagu-lagu daerah seprerti tanduk majeng (dari
Madura) dan ngidung (dari Surabaya).
d. Seni teater tradisional antara lain ludruk dan kentrung.
3. Rumah adat jawa
Rumah adat Jawa antara lain corak
limasan dan joglo. Rumah situbondo merupakan model rumah adat jawa timur yang
mendapat pengaruh dari rumah madura.
4. Pakaian adat jawa
Pakaian pria jawa tengah adalah penutup kepala yang di sebut kuluk, berbaju
jas sikepan, korset dan kris yang terselip di pinggang. Memakai kain batik
dengan pola dan corak yang sama dengan wanita. Wanitanya memakai kain kebaya
panjang dengan batik sanggulnya disebut bakor mengkurep yang diisi dengan daun
pandan wangi.
I. Sistem Religi
3. Kepercayaan/ Agama
Mayoritas orang Jawa menganut agama Islam, sebagian
yang lainya menganuti agama Kristian, Protestan, dan Katolik, termasuknya dikawasan luar bandar, dengan penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan dikalangan masyarakat Jawa. Terdapat juga agama kepercayaan
suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini pada dasarnya berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh agama Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal
kerana sifat asimilasi kepercayaannya, dengan semua budaya luar diserap dan
ditafsirkan mengikut nilai-nilai Jawa.
Suku Jawa berbeda dengan suku-suku lain dalam hal
pandangan hidup, jika suku lain selalu melabelkan agama tertentu sebagai
identitas kesukuannya, atau bukanlah bagian dari suku tertentu jika bukan
beragama tertentu, maka suku jawa merupakan suku yang universal identitas
sukunya tidak dibangun oleh agama maupun ras tertentu walaupun setiap individu
jawa wajib beragama dan dituntun untuk melaksanakan syariat agamanya yang mesti
dilaksanakan dengan taat oleh pribadi jawa yang memeluknya sebagai konsekwensi
hidup sebagai hamba tuhan.
Suku jawa memposisikan diri sebagai suku universal dan
sebagian mengatakan jawa bukanlah sebuah suku namun dia adalah Jiwa dari setiap
individu baik dia muslim maupun non-muslim sehingga dapat kita lihat pandangan
hidupnya yang mengayomi semua agama dan muslim sebagai pemimpinnya karena
memang sebagai mayoritas bisa dilihat kesultanan-kesultanan yang dibangun oleh
suku jawa yang bercorakkan islam, namun tetap menghargai suku jawa non-muslim yang
tidak beragama islam karena agama adalah iman dan keyakinan pilihan jiwa, dan
jika orang jawa mayoritasnya adalah non muslim maka ia juga berkewajban
mengayomi hak-hak suku jawa yang beragama lainnya karena memang itu pandangan
hidup yang ditanamkan kepada orang-orang jawa hal sesuai dengan firman Allah
dalam Al-Quran surat Al-Mumtahanah (80:8).
Selain itu masyarakat Jawa percaya terhadap hal-hal
tertentu yang dianggap keramat, yang dapat mendatangkan mala petaka jika di
tintang atau diabaikan. Kepercayaan itu diantaranya :
·
Kepercayaan terhadap
Nyi roro kidul
·
Kepercayaan kepada hari
kelahiran (Wathon)
·
Kepercayan terhadap
hari-hari yang dianggap baik
·
Kepercayaan kepada
Nitowong
·
Kepercayaan kepada
dukun prewangan
2. Upacara keagamaan
Suku Jawa yang kaya akan tradisi memiliki beberapa macam upacara keagamaan
adat. Upacara ini biasa dilaksanakan oleh pihak Keraton Surakarta. Beberapa
diantaranya adalah upacara Garebeg. Upacara ini dilakukan tiga kali dalam satu
tahun penanggalan Jawa, yaitu tanggal 12 bulan Mudul (bulan ketiga), tanggal 1
bulan Syawal (bulan kesepuluh), dan tanggal 10 bulan Besar (bulan kedua belas).
Pada hari itu raja mengeluarkan sedekahnya sebagai perwujudan rasa syukur.
Upacara lainnya adalah sekaten. Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan
yang dilaksanakan selama 7 hari. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah
perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad saw.
Malam satu suro dalam masyarakat Jawa merupakan suatu perayaan tahun baru
menurut kalender Jawa. Di Keraton Surakarta, upacara ini diperingati dengan
Kirab Mubeng Benteng (arak-arakan mengelilingi benteng keraton).
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7%
penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain diketiga propinsi tersebut,
suku Jawa banyak tersebar dan menetap di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak
ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti suku Osing, orang Samin, suku Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, suku Tengger dan lain-lain. Suku
Jawa hampir ada disegala penjuru Indonesia, mulai dari daerah provinsi Sumatra
Utara hingga ke wilayah paling timur Indonesia, yaitu provinsi Papua.
Suku jawa yang berada didaerah pulau Jawa maupun yang tersebar diseluruh
Nusantara merupakan suku yang memiliki berbagai kebudayaan, mulai dari adat istiadat
sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan lain-lain. Semua itu membuktikan bahwa
suku jawa merupakan suku yang kaya akan budaya daerah. Dan dari kekayaan budaya
yang di miliki suku jawa itulah yang menbuatnya berberda dengan suku-suku serta
kebudayaan-kebudayaan lain yang ada di Indonesia.
B.
Saran
Suku Jawa adalah salah satu dari ragam suku yang ada di Indonesia, budaya
pada suku jawa merupakan salah satu faktor utama berdirinya kebudayaan
nasional, maka segala sesuatu yang terjadi pada budaya suku Jawa akan sangat
mempengaruhi budaya nasional. Atas dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban
untuk menjaga, memelihara dan melestarikan budaya baik budaya Jawa maupun
budaya lokal atau budaya daerah lainya maupun budaya nasional, karena budaya merupakan
bagian dari kepribadian dan jati diri dari bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Dra. Zuhro,dkk. 2003. Panduan
Belajar Antropologi 3 SMU. Jakarta. Yudhistira.
http://www.scribd.com/doc/99154445/ENTOGRAFI-SUKU-JAWA#scribd
Like. Sangat membantu
BalasHapusHotels near Harrah's Cherokee Casino, NC 28719 - Mapyro
BalasHapusHarrah's Cherokee Casino. 천안 출장마사지 Harrah's Cherokee 아산 출장마사지 Casino Hotel is 경상남도 출장샵 located 사천 출장샵 in Murphy, NC 28719. It has 1,600 slots and over 1,600 광명 출장안마 table games.